Bengkulu Selatan Relasipublik.com
Berdasarkan laporan Bappenas, pemenuhan kebutuhan daging merah secara nasional masih sangat jauh dari target.
Dari 800 sampai dengan 900 ribu ton kebutuhan daging merah per tahun, Indonesia hanya mampu mensuplai secara mandiri dari para peternak sebesar 40%. Selebihnya Indonesia harus mengimpor daging merah dari beberapa negara tetangga seperti Australia, New Zealand, Selandia Baru, India bahkan dari beberapa negara di kawasan benua Eropa.
Oleh karena itu, upaya-upaya melalui inovasi di bidang peternakan sangat dibutuhkan agar kebutuhan daging di masyarakat bisa disuplai mandiri dari dalam negeri.
Hal ini disampaikan Fikri Aljauhari, S.STP, MM, Kepala Bappeda Litbang Kabupaten Bengkulu Selatan di kegiatan Sosialisasi dan Desiminasi Inovasi Penumbuhan Kampung Ternak Intensif Terpadu (PATEN TERPADU) di Desa Tanggo Raso Kecamatan Pino Raya pada Kamis (23/11/2023)
Dikatakan Fikri bahwa Paten Terpadu adalah inovasi yang dirintis oleh Bengkulu Selatan untuk mendongkrak produktivitas peternakan.
Penting untuk merubah pola beternak konvensional di masyarakat, dari pola beternak liar menjadi pola beternak modern yang dikandangkan dengan intensif serta dengan dukungan teknologi peternakan.
“kami sampaikan kepada masyarakat tentang bagaimana cara beternak yang inovatif, walaupun dengan segala keterbatasan, kami berharap inovasi Paten Terpadu ini dapat dikenal dan diterapkan ke kelompok-kelompok peternak di Kabupaten Bengkulu Selatan” ungkap Fikri.
Sekretaris Daerah Sukarni, S.P., M.Si yang turut hadir di kegiatan ini juga menyampaikan hal yang senada.
Belaiau mengatakan bahwa Bengkulu Selatan sejatinya memiliki semua potensi di hampir semua sektor, pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan.
“kalau kita bicara sektor peternakan, sudah sejak dulu masyarakat Bengkulu Selatan menjadikan sektor peternakan menjadi salah satu mata pencaharian mereka, walaupun pola beternaknya dilakukan secara konvensional atau beternak liar.
Pola beternak seperti ini, sudah tidak relevan diterapkan di masa sekarang, bahkan yang seharusnya menjadi potensi, justru akan menimbulkan masalah baru apabila kita tidak mau merubah pola beternak kita” sampai Sekda
Dijelaskan Sekda, bahwa hewan ternak yang dilepasliarkan tanpa pengawasan dapat merusak tanaman pertanian. Mereka mungkin memakan tanaman yang ditanam oleh petani, yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi dan pangan.
Selain itu dalam sistem penggembalaan bebas, hewan ternak dapat terinfeksi penyakit dan berpotensi besar menyebarkannya ke hewan lain atau bahkan ke manusia.
Ternak liar juga dapat menyebabkan konflik dengan manusia. Mereka mungkin merusak properti, menciptakan risiko lalu lintas, atau menyebabkan konflik dengan penduduk. Hewan ternak yang dilepasliarkan mungkin mengalami kesulitan mendapatkan sumber pangan dan air yang memadai.
Hal ini dapat mempengaruhi kesejahteraan mereka, dengan potensi munculnya masalah kesehatan dan kelaparan.
Oleh sebab itu PATEN TERPADU menawarkan manajemen ternak yang baik dan perencanaan yang matang.
Merubah pola beternak yang intensif memberikan banyak keuntungan terutama dalam mengelola dan mengoptimalkan produktivitas hewan. Kandang memberikan kontrol yang lebih baik terhadap lingkungan hidup hewan.
Peternak dapat mengontrol suhu, kelembaban, ventilasi, dan kondisi lainnya untuk menciptakan lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan dan kesehatan hewan.
Dengan kandang, pemeliharaan hewan seperti pemberian pakan, pengendalian penyakit, dan pengelolaan kotoran dapat dilakukan lebih efisien. Bahkan sisa metabolisme ternak bisa dijadikan pupuk organik.(HD)